Keterbatasan penglihatan tak membuat pasangan Hanik Indrawati, 34 tahun, dan Suharto, 40 tahun, berhenti berkarya. Bahkan pasangan yang menikah empat tahun lalu itu, kini menjadi satu-satunya di Jawa Timur atau bahkan di Indonesia sebagai pasangan tuna netra pembuat Alquran dengan huruf braille.
Ketika Tempo mengunjungi rumahnya di kawasan Simo Pomahan Baru XII/15 Minggu (20/8), Hanik yang ditemani suaminya sedang menyelesaikan pembuatan Alquran. Tanpa melihat, dengan cekatan jemari Hanik memencet-mencet sebuah mesin ketik kusus huruf braille kuno merek Parking Broiller bikinan Amerika tahun 1970.
Berbeda dengan mesin ketik kebanyakan, mesin ketik ini hanya memiliki tujuh tombol masing-masing tiga di kiri dan kanan dan satu tombol yang berukuran lebih besar di tengah berfungsi sebagai spasi. Mesin ketik ini juga tidak mengeluarkan huruf-huruf latin seperti mesin ketik kebanyakan melainkan hanya mengeluarkan titik demi titik khas huruf braille.
Tapi jangan salah, meski huruf braille yang diketik, tapi apa yang dilakukan Hanik siang itu bukanlah mengetik huruf latin melainkan mengetik huruf Arab versi braille. Huruf Arab versi braille ini misalnya kalimat Allah maka tulisannya berupa titik timbul : 1,123,6,123,4,15.
Untuk memastikan hasil ketikannya tidak salah, adalah tugas sang suami (Suharto) melakukan koreksi. Dengan sebuah alat bernama reglet atau alat untuk membuat titik timbul di kertas kembali lurus, Suharto dengan tekun memeriksa satu per satu hasil ketikan istrinya. "Nulis huruf Arab itu sulit mas. Soalnya selain huruf juga ada harokat jadi lebih rumit dan banyak titik," kata Suharto.
Pasangan yang menikah pada 29 Agustus 2004 itu mengaku menekuni pembuatan Alquran braille sejak dua tahun lalu. Menurut Hanik, dirinya sebenarnya sudah lama bisa mengetik huruf Arab. Hanya saja baru sekitar dua tahun lalu, dirinya diberkan kesempatan untuk membuat Alquran setelah mendapatkan pinjaman mesin ketik dari Yayasan Pendidikan Tunanetra Islam Karunia Surabaya (Yaptunik).
Yaptunik yang beralamatkan di Jalan Darmo Kali Gang Tugu surabaya itu merupakan yayasan tempat dulunya pasangan Hanik-Suharto bersekolah. Di sekolah inipula, kedua pasangan ini berkenalan untuk kemudian menikah.
Karena mesin ketik pinjaman dari yayasan, Hanik sendiri menjual Alquran ciptaannya melalui yayasan tersebut. "Saya hanya bisa mengetik, kalau untuk menjual saya tidak punya toko," kata Hanik.
Tiap satu lembar Alquran ciptaannya, Yayasan membelinya Rp 400, atau Rp 20 ribu untuk tiap jus hasil ketikan Hanik. Selain membuat Alquran, khusus Ramadhan ini, Hanik mendapatkan pesanan surat-surat pendek, yasin, kumpulan doa serta tajwid yang harganya Rp 40 ribu per buku. "Saat puasa ini banyak pesanan, hampir sepanjang hari saya harus ngetik," kata Hanik.
Subhan'Allah
Ketika Tempo mengunjungi rumahnya di kawasan Simo Pomahan Baru XII/15 Minggu (20/8), Hanik yang ditemani suaminya sedang menyelesaikan pembuatan Alquran. Tanpa melihat, dengan cekatan jemari Hanik memencet-mencet sebuah mesin ketik kusus huruf braille kuno merek Parking Broiller bikinan Amerika tahun 1970.
Berbeda dengan mesin ketik kebanyakan, mesin ketik ini hanya memiliki tujuh tombol masing-masing tiga di kiri dan kanan dan satu tombol yang berukuran lebih besar di tengah berfungsi sebagai spasi. Mesin ketik ini juga tidak mengeluarkan huruf-huruf latin seperti mesin ketik kebanyakan melainkan hanya mengeluarkan titik demi titik khas huruf braille.
Tapi jangan salah, meski huruf braille yang diketik, tapi apa yang dilakukan Hanik siang itu bukanlah mengetik huruf latin melainkan mengetik huruf Arab versi braille. Huruf Arab versi braille ini misalnya kalimat Allah maka tulisannya berupa titik timbul : 1,123,6,123,4,15.
Untuk memastikan hasil ketikannya tidak salah, adalah tugas sang suami (Suharto) melakukan koreksi. Dengan sebuah alat bernama reglet atau alat untuk membuat titik timbul di kertas kembali lurus, Suharto dengan tekun memeriksa satu per satu hasil ketikan istrinya. "Nulis huruf Arab itu sulit mas. Soalnya selain huruf juga ada harokat jadi lebih rumit dan banyak titik," kata Suharto.
Pasangan yang menikah pada 29 Agustus 2004 itu mengaku menekuni pembuatan Alquran braille sejak dua tahun lalu. Menurut Hanik, dirinya sebenarnya sudah lama bisa mengetik huruf Arab. Hanya saja baru sekitar dua tahun lalu, dirinya diberkan kesempatan untuk membuat Alquran setelah mendapatkan pinjaman mesin ketik dari Yayasan Pendidikan Tunanetra Islam Karunia Surabaya (Yaptunik).
Yaptunik yang beralamatkan di Jalan Darmo Kali Gang Tugu surabaya itu merupakan yayasan tempat dulunya pasangan Hanik-Suharto bersekolah. Di sekolah inipula, kedua pasangan ini berkenalan untuk kemudian menikah.
Karena mesin ketik pinjaman dari yayasan, Hanik sendiri menjual Alquran ciptaannya melalui yayasan tersebut. "Saya hanya bisa mengetik, kalau untuk menjual saya tidak punya toko," kata Hanik.
Tiap satu lembar Alquran ciptaannya, Yayasan membelinya Rp 400, atau Rp 20 ribu untuk tiap jus hasil ketikan Hanik. Selain membuat Alquran, khusus Ramadhan ini, Hanik mendapatkan pesanan surat-surat pendek, yasin, kumpulan doa serta tajwid yang harganya Rp 40 ribu per buku. "Saat puasa ini banyak pesanan, hampir sepanjang hari saya harus ngetik," kata Hanik.
Subhan'Allah