Pemikiran dan perjuangan Mohammad Natsir tidak saja diakui sebagai pahlawan nasional di Indonesia tapi juga di Malaysia.
Hal itu terlihat dari seminar "Serantau Memperingati 100 tahun Pahlawan Nasional Bapak Mohammad Natsir" yang diadakan oleh LSM Wadah (wadah pencerdasan umat Malaysia) dan Kolej Universiti Islam Antarbangsa Selangor (Kuis), Sabtu.
Hal itu terlihat dari seminar "Serantau Memperingati 100 tahun Pahlawan Nasional Bapak Mohammad Natsir" yang diadakan oleh LSM Wadah (wadah pencerdasan umat Malaysia) dan Kolej Universiti Islam Antarbangsa Selangor (Kuis), Sabtu.
Seminar itu dihadiri pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim, Sekjen PKR (Partai Keadilan Rakyat) Khalid Ibrahim, Sekretaris Petisi 50 Chris Siner Key Timu, dan Laode Kamaludin. Bahkan diperkirakan 1.000 orang hadir pada seminar itu, baik mahasiswa Kuis maupun rakyat Malaysia.
Presiden Wadah Dr Siddiq Fadzil dalam sambutannya mengatakan, Natsir adalah tokoh pemikir pejuang, pemimpin-pendidik yang layak ditempatkan dalam deretan tokoh dunia.
"Sudah cukup lama kita menderita penyakit rendah diri, yang diorang semuanya gemerlap, yang di kita segalanya malap. Sekarang saatnya kita membuka mata menyadari ketinggian nilai khazanah budaya dan kekayaan sejarah kita sendiri," katanya.
"Kita kebanjiran idola tapi kemarau teladan. Mohammad Natsir bisa menjadi teladan di tengah politik saat ini yang sedang maraknya politik caci maki. Natsir memberikan teladan bagaimana politik yang santun," tambah Dr Siddiq.
Sementara itu Anwar Ibrahim yang mengaku sebagai murid Abah Natsir, demikian panggilan akrab tokoh Masyumi itu mengakui banyak berguru kepada Natsir. "Setelah nikah dengan Wan Azizah Wan Ismail, saya bawa langsung ke Abah Natsir untuk minta restu dan bimbingannya," kata Anwar.
Kepada para peserta dengan tegas Anwar mengatakan bahwa saat ini generasi muda Malaysia hanya mengenal Indonesia dari TKI dan lagu "rasa sayange" yang diributkan. Mereka kurang mengenal tokoh pemikir Indonesia seperti Mohammad Natsir dan Buya Hamka.
"Acara ini juga mempunyai tujuan penting untuk meningkatkan hubungan dua negara bertetangga dan serumpun Indonesia-Malaysia," katanya.
Oleh sebab itu, seminar memperingati 100 tahun Mohammad Natsir di kampus Islam Internasional Selangor bertujuan untuk mengangkat kembali tokoh pemikir dan politisi Islam yang dapat menggabungkan pemikiran idealis Islam dan tindakan atau tingkah laku politiknya.
Selain seminar, Wadah dan Kuis meluncurkan buku tentang Mohammad Natsir agar bisa menjadi bahan bacaan generasi muda, yang berjudul "Mohammad Natsir Berdakwah di Jalur Politik Berpolitik di Jalur Dakwah."
Selain itu diadakan MOU kerjasama antara Kuis (kolej universiti Islam Antarbangsa Selangor) dengan Sekolah Tinggi Dakwah Mohammad Natsir. Penandatanganan kerjasama itu dilakukan oleh Rektor Kuis Mohd Adanan Isman dengan Dekan Sekolah Tinggi Dakwah Mohd Natsir, Mohammad Noor.
Anak mohammad Natsir, Asma Faridah Saleh, yang hadir dan memberikan sambutannya sempat terhenti beberapa kali menahan tangis haru karena pemikiran dan perjuangan ayahnya diakui dan diperingati tidak saja di Indonesia tapi juga di Malaysia.
Presiden Wadah Dr Siddiq Fadzil dalam sambutannya mengatakan, Natsir adalah tokoh pemikir pejuang, pemimpin-pendidik yang layak ditempatkan dalam deretan tokoh dunia.
"Sudah cukup lama kita menderita penyakit rendah diri, yang diorang semuanya gemerlap, yang di kita segalanya malap. Sekarang saatnya kita membuka mata menyadari ketinggian nilai khazanah budaya dan kekayaan sejarah kita sendiri," katanya.
"Kita kebanjiran idola tapi kemarau teladan. Mohammad Natsir bisa menjadi teladan di tengah politik saat ini yang sedang maraknya politik caci maki. Natsir memberikan teladan bagaimana politik yang santun," tambah Dr Siddiq.
Sementara itu Anwar Ibrahim yang mengaku sebagai murid Abah Natsir, demikian panggilan akrab tokoh Masyumi itu mengakui banyak berguru kepada Natsir. "Setelah nikah dengan Wan Azizah Wan Ismail, saya bawa langsung ke Abah Natsir untuk minta restu dan bimbingannya," kata Anwar.
Kepada para peserta dengan tegas Anwar mengatakan bahwa saat ini generasi muda Malaysia hanya mengenal Indonesia dari TKI dan lagu "rasa sayange" yang diributkan. Mereka kurang mengenal tokoh pemikir Indonesia seperti Mohammad Natsir dan Buya Hamka.
"Acara ini juga mempunyai tujuan penting untuk meningkatkan hubungan dua negara bertetangga dan serumpun Indonesia-Malaysia," katanya.
Oleh sebab itu, seminar memperingati 100 tahun Mohammad Natsir di kampus Islam Internasional Selangor bertujuan untuk mengangkat kembali tokoh pemikir dan politisi Islam yang dapat menggabungkan pemikiran idealis Islam dan tindakan atau tingkah laku politiknya.
Selain seminar, Wadah dan Kuis meluncurkan buku tentang Mohammad Natsir agar bisa menjadi bahan bacaan generasi muda, yang berjudul "Mohammad Natsir Berdakwah di Jalur Politik Berpolitik di Jalur Dakwah."
Selain itu diadakan MOU kerjasama antara Kuis (kolej universiti Islam Antarbangsa Selangor) dengan Sekolah Tinggi Dakwah Mohammad Natsir. Penandatanganan kerjasama itu dilakukan oleh Rektor Kuis Mohd Adanan Isman dengan Dekan Sekolah Tinggi Dakwah Mohd Natsir, Mohammad Noor.
Anak mohammad Natsir, Asma Faridah Saleh, yang hadir dan memberikan sambutannya sempat terhenti beberapa kali menahan tangis haru karena pemikiran dan perjuangan ayahnya diakui dan diperingati tidak saja di Indonesia tapi juga di Malaysia.